Selasa, 18 Desember 2012
Kamis, 20 September 2012
CARA MENGHITUNG PPH 21 KHUSUS UNTUK PEGAWAI LEPAS YANG MENERIMA UPAH HARIAN
Kemungkinan yang mungkin terjadi :
A.
Upah sehari tidak lebih dari Rp. 110.000,-; total upah
tidak lebih dari Rp. 1.100.000,-
Tidak dikenakan pemotongan PPh 21.
B.
Upah sehari lebih dari Rp. 110.000,-; total upah tidak
lebih dari Rp. 1.100.000,-
PPh 21 sehari = 5% x (upah sehari – Rp. 110.000).
Perhitungan PPh 21 ini berlaku sampai hari terakhir kerja. Tidak ada
perhitungan ulang pada hari terakhir kerja karena total upah yang diterima tidak
melebihi batas maksimum.
C.
Upah sehari tidak lebih dari Rp. 110.000,-; total upah
lebih dari Rp. 1.100.000,-
1.
Untuk upah sehari tidak ada pemotongan PPh 21 sampai pada
hari yang mendekati atau sama dengan Rp. 1.100.000,-
2.
Pada hari di mana total upah yang diterima melebihi Rp.
1.100.000,- harus dilakukan penghitungan PPh 21 kembali yaitu mengurangi total
upah n hari dikurangi dengan PTKP n hari lalu dikali tarif pasal 17.
3.
Hari selanjutnya, untuk menghitung PPh 21 yaitu
mengurangi upah sehari dengan PTKP sehari (1/360 x Rp. 13.200.000) lalu dikali
tarif pasal 17.
D.
Upah sehari lebih dari Rp. 110.000,-; total upah lebih
dari Rp. 1.100.000,-
1.
PPh 21 sehari = 5% x (upah sehari – Rp. 100.000) sampai
pada hari di mana total upah yang diterima mendekati atau sama dengan Rp.
1.100.000,-
2.
Pada hari di mana total upah yang diterima melebihi Rp.
1.100.000,- harus dilakukan penghitungan PPh 21 kembali yaitu mengurangi total
upah n hari dikurangi dengan PTKP n hari lalu dikali tarif pasal 17.
3.
Hari selanjutnya, untuk menghitung PPh 21 yaitu
mengurangi upah sehari dengan PTKP sehari (1/360 x Rp. 13.200.000) lalu dikali
tarif pasal 17.
Beberapa hal yang perlu diingat :
1.
Semua hal yang dijelaskan di atas hanya berlaku untuk
upah harian yang dibayar setiap hari. Bila hari kerja telah melewati 25 hari
(sama dengan 26 hari atau lebih) maka upah harian dianggap sama dengan upah
bulanan dengan perhitungan PPh 21 biasa.
2. PTKP yang digunakan adalah PTKP dengan status TK yaitu
sebesar Rp. 13.200.000 setahun, tanpa melihat status WP yang sebenarnya.
Soal kuis
1. Tn. Santoni, status TK/7, adalah pegawai tetap pada PT.
Zamanar yang pada bulan September 2004 berhenti bekerja karena dipensiun dini
dan menerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp.
180.000.000,00. Diminta : hitunglah PPh Pasal 21 yang harus dipotong
2. Tn Sidik, status K/6, adalah pegawai tetap pada PT. Sirna
Sudah yang pada bulan Juni 2006 berhenti bekerja karena pensiun dan menerima
pesangon yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp. 40.000.000,00. Diminta :
hitunglah PPh Pasal 21 yang harus dipotong
3. Pada bulan Juli 2006, Asep Surasep (K/1) mulai menerima
pensiun yang dibayarkan secara bulanan sebesar Rp 3.000.000,00 dari Dana
Pensiun Bakti Nusa. Diminta : hitunglah PPh pasal 21 yang harus dipotong
atas uang pensiun bulanan tersebut.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek Pajak dari pajak penghasilan adalah penghasilan
Yang dimaksud dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
- Penghasilan
dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya
- Penghasilan dari usaha dan kegiatan
- Penghasilan
dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga,
dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya
- Penghasilan lain-lain, seperti
pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya
Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat
dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak.
Catatan
Karena
Undang-undang tentang Pajak Penghasilan menganut pengertian penghasilan yang
luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu
tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya
(kompensasi horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.
Namun demikian,
apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat
final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh
digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Jenis-jenis
penghasilan yang Termasuk Objek Pajak
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain.
Semua
pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi
asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau
imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak.
Pengertian
imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada
hakekatnya merupakan penghasilan.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan
atau kegiatan, dan penghargaan
Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian,
pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari
pertandingan olahraga dan lain sebagainya.
Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang
diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima
sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala.
c. Laba usaha
d. Keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1) Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar
dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan.
2) Keuntungan yang
diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta
kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih
tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan,
maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta
tersebut terjadi antara badan usaha dengan pemegang sahamnya, maka harga jual
yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan
tersebut adalah harga pasar.
Misalnya PT ABC memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan
usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah). Mobil
tersebut dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan
demikian keuntungan PT ABC yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut
adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Apabila
mobil diatas dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp
50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah), maka nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan
harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar
Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S. dan
bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) merupakan penghasilan.
3) Keuntungan
karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha
Apabila suatu
badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga
jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan
Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa
buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.
4) Keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan
Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dengan nilai
perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang mengalihkan, kecuali
harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, serta badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
termasuk yayasan atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak
yang telah dibebankan sebagai biaya
Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan Objek Pajak.
Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan
sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar
pengembalian tersebut merupakan penghasilan.
f. Bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto
dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.
Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai
nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah
nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang
menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli
obligasi.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi
Dividen
merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis
asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota
koperasi.
Termasuk
dalam pengertian dividen adalah:
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun
tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang
melebihi jumlah modal yang disetor
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
4. Pembagian laba dalam bentuk saham
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan
tanpa penyetoran
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya
yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali
saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian
dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh
keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan
modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah
8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda
laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut
9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan
obligasi
10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha
kepada anggota koperasi
12. Pengeluaran
perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya
perusahaan
Catatan
Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara
terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh
modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang
melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara
bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan
sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak
boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
h. Royalti
Pada dasarnya imbalan berupa royalti terdiri dari tiga kelompok, yaitu
imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1. Hak atas harta
tak berwujud
Misalnya hak pengarang, paten, merek
dagang, formula, atau rahasia perusahaan
2. Hak atas harta
berwujud
Misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang
dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah
setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan
yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya
3. Informasi
Yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum
dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya.
Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia
sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan
informasi tersebut.
Tidak termasuk dalam pengertian informasi
di sini adalah informasi
yang diberikan oleh Misalnya akuntan publik, ahli hukum,
atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh
setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama
i. Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta
Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau
diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan
harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah,
dan sewa gudang
j. Penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala
Penerimaan
berupa pembayaran berkala, misalnya "alimentasi" atau tunjangan
seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.
k. Keuntungan
karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap
sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang
berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun demikian, dengan Peraturan
Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), kredit
untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan
jumlah tertentu dikecualikan sebagai Objek Pajak.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata
uang asing
Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang
asing atau adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Atas keuntungan
yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya
dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dengan syarat
dilakukan secara taat asas.
m. Selisih lebih karena penilaian
kembali aktiva
n. Premi asuransi
Dalam
pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi
o. Iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas
p. Tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Tambahan
kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah
dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak serta yang belum dikenakan pajak.
Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi
penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak, maka
tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.
Catatan
Atas penghasilan berupa
bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham
dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan serta
penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Penghasilan berupa
bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah
dan atau bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya merupakan Objek Pajak. Tabungan masyarakat yang disalurkan melalui
perbankan dan bursa efek merupakan sumber dana bagi pelaksanaan pembangunan,
sehingga pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari tabungan masyarakat
tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya.
Pertimbangan-pertimbangan
yang mendasari diberikannya perlakuan tersendiri dimaksud antara lain adalah
kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan dan pemerataan dalam pengenaan
pajaknya serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Pertimbangan
tersebut juga mendasari perlunya
pemberian perlakuan tersendiri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta jenis-jenis penghasilan
tertentu lainnya. Oleh karena
itu pengenaan Pajak Penghasilan termasuk sifat, besarnya, dan tata cara
pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan atas jenis-jenis
penghasilan tersebut diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan
mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengenaan serta agar tidak
menambah beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal
Pajak, maka pengenaan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat
final.
PENGECUALIAN
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PENGECUALIAN
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah:
a. 1). Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang
diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga
amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak
Bantuan
atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan Objek Pajak sepanjang
diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan
kepemilikan, atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak diperlakukan
sama seperti bantuan atau sumbangan. Yang dimaksud dengan zakat adalah zakat
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat.
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
Harta
hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan Objek Pajak apabila diterima
oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan
kepemilikan, atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Hubungan
usaha antara pihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi, misalnya PT A
sebagai produsen suatu jenis barang yang bahan baku utamanya diproduksi oleh PT B. Apabila
PT B memberikan sumbangan bahan baku
kepada PT A, maka sumbangan bahan baku
yang diterima oleh PT A merupakan Objek Pajak.
b. Warisan
c. Harta
termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
Pada
prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan merupakan
tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karena harta tersebut
diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka berdasarkan
ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan Objek Pajak.
d. Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
seperti beras, gula dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti
penggunaan mobil, rumah, fasilitas pengobatan dan lain sebagainya, bukan
merupakan Objek Pajak.
Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan
Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus deemed
profit, maka imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan
penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya.
Misalnya, seorang penduduk Indonesia menjadi pegawai pada suatu perwakilan
diplomatik asing di Jakarta. Pegawai tersebut memperoleh kenikmatan menempati
rumah yang disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau
kenikmatan-kenikmatan lainnya. Kenikmatan-kenikmatan tersebut merupakan
penghasilan bagi pegawai tersebut, sebab perwakilan diplomatik yang
bersangkutan bukan merupakan Wajib Pajak.
e. Pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa
Penggantian atau santunan yang diterima oleh
orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, bukan merupakan Objek Pajak.
Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu bahwa
premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan
dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
f. Dividen
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan dan
2) Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut
Berdasarkan
ketentuan ini, dividen yang dananya berasal dari laba setelah dikurangi pajak
dan diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam
negeri, koperasi, dan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah,
dari penyertaannya pada badan usaha lainnya yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia, dengan penyertaan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh
lima persen), dan
penerima dividen tersebut
memperoleh penghasilan dari usaha riil di luar penghasilan yang berasal
dari penyertaan tersebut, tidak termasuk Objek Pajak.
Yang
dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah disini
antara lain adalah perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, bank
pembangunan daerah, dan Pertamina.
Perlu
ditegaskan bahwa dalam hal penerima dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajak
selain badan-badan tersebut di atas, seperti orang pribadi baik dalam negeri
maupun luar negeri, firma, perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis
dan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap
merupakan Objek Pajak.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
Pengecualian sebagai Objek Pajak
berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya
telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari Objek
Pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri
maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh
dana pensiun tersebut merupakan dana milik dari peserta pensiun, yang akan
dibayarkan kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran
tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran
tersebut dikecualikan sebagai Objek Pajak.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan
oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
Sebagaimana tersebut dalam huruf g,
pengecualian sebagai Objek Pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi
dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan.
Yang dikecualikan dari Objek Pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal
yang ditanamkan dibidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan. Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan
pemupukan dana untuk pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian
hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang
tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi. Oleh karena itu penentuan
bidang-bidang tertentu dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
Untuk kepentingan pengenaan pajak,
badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini yang merupakan himpunan
para anggotanya dikenakan pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan
tersebut. Oleh karena itu, bagian laba yang diterima oleh para anggota badan
tersebut bukan lagi merupakan Objek Pajak.
j. Bunga
obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima)
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha
Perusahaan reksadana adalah perusahaan yang kegiatan
utamanya melakukan investasi, investasi kembali, atau jual beli sekuritas. Bagi
pemodal khususnya pemodal kecil, perusahaan reksadana merupakan salah satu
pilihan yang aman untuk menanamkan modalnya.
Dalam rangka mendorong tumbuhnya perusahaan reksadana, maka bunga obligasi
yang diterima oleh perusahaan reksadana dikecualikan sebagai Objek Pajak selama
lima tahun pertama sejak perusahaan reksadana tersebut didirikan atau sejak
diperolehnya izin usaha.
k. Penghasilan
yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1) merupakan
perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor
usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
Perusahaan modal ventura adalah suatu perusahaan yang kegiatan usahanya
membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal
untuk suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba
yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak
termasuk sebagai Objek Pajak, dengan syarat perusahaan pasangan usaha tersebut
merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dalam sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia.
Apabila pasangan usaha perusahaan modal ventura memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam f, maka dividen yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura bukan merupakan Objek Pajak.
Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat diarahkan kepada sektor-sektor
kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas untuk dikembangkan, misalnya untuk
meningkatkan ekspor non migas, maka usaha atau kegiatan dari perusahaan
pasangan usaha tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.
Mengingat perusahaan modal ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam
bentuk penyertaan modal, maka penyertaan modal yang akan dilakukan oleh
perusahaan modal ventura diarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum
mempunyai akses ke bursa efek.
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
Subjek Pajak dapat
dibedakan menjadi :
1. Subjek Pajak dalam negeri
2. Subjek Pajak luar negeri
Subjek
Dalam Negeri
Yang dimaksud dengan Subjek
Pajak dalam negeri adalah :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia atau orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
Pada
prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia . Termasuk dalam
pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia . Apakah seseorang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut
keadaan.
Keberadaan
orang pribadi di Indonesia
lebih dari 183 hari tidak harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah
hari orang tersebut berada di Indonesia
dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia .
b. Badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri mengikuti status
pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut
menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah
dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai
Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek
Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
Subjek
Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan Subjek
Pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia .
Apabila penghasilan
diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi
atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang
pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri.
Dengan demikian bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau
badan sebagai Subjek Pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
di Indonesia .
Dalam hal penghasilan
tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka
pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar negeri tersebut.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri
dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara
lain:
a.
Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak
atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar
Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
b.
Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak
berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar
negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak
sepadan.
c.
Wajib Pajak dalam negeri wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak
yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya
dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Catatan
Subjek Pajak dalam negeri
menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang
besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Sedangkan Subjek Pajak luar
negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang
diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia .
Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
KEWAJIBAN
PAJAK SUBJEKTIF
Pajak penghasilan
merupakan pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak
yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak
dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka
memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnyakewajiban pajak
subjektif menjadi penting. Saat dimulai dan berakhirnya kewajiban pajak
subjektif ditentukan sebagai berikut :
Subjek
Pajak Dalam Negeri
1. Orang Pribadi
Mulai : a. Saat dilahirkan
b. Saat berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam satu tahun atau punya niat untuk menetap atau bertempat tinggal di
Indonesia
Berakhir : a. Saat
meninggal dunia
b. Saat meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya
2. Badan
Mulai : Saat
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
Berakhir : Saat
dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia
3. Warisan belum terbagi
Mulai : Saat
meninggalnya Pewaris dengan meninggalkan warisan (saat timbulnya warisan)
Berakhirnya : Saat warisan sudah dibagikan kepada
Ahli Waris
Subjek
Pajak Luar Negeri
1. Orang Pribadi atau
Badan yang memperoleh penghasilan tidak melalui BUT di Indonesia
Mulai : Saat memperoleh penghasilan dari
Indonesia
Berakhir : Saat tidak lagi memperoleh penghasilan dari Indonesia
2. Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh penghasilan melalui BUT di Indonesia
Mulai : Saat mulai menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia
Berakhir : Saat saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui
BUT di Indonesia
PENGECUALIAN
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN
Tidak termasuk Subjek
Pajak adalah:
a. Badan perwakilan negara asing
b. Pejabat-pejabat
perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik
c. Organisasi-organisasi
internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
1) Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut
2) Tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota
d. Pejabat-pejabat perwakilan
organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia
Sesuai dengan
kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat
perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan
sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili negaranya.
Pengecualian
sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara
Indonesia.
Dengan demikian
apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di
Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk Subjek
Pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut.
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN
Subjek Pajak Penghasilan meliputi :
1. Orang
pribadi
Orang
pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia .
2. Warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
Warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar
pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dilaksanakan.
3. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi :
1. Perseroan terbatas, Perseroan
komanditer, Perseroan lainnya
2. Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun
3. Firma
4. Kongsi
5. Koperasi
6. Dana pensiun
7. Persekutuan
8. Perkumpulan
9. Yayasan
10. Organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi yang sejenis
11. Lembaga
12. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
13. Bentuk badan lainnya termasuk
reksadana
Sebagai Subjek Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan
terbatas maupun bentuk lainnya termasuk dalam pengertian badan.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan
Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak.
Unit tertentu dari badan pemerintah yang
memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu:
1) Dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2) Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN
atau APBD
3) Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam
anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara
4. Bentuk
Usaha Tetap (BUT)
Bentuk
usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen
b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan
d. Gedung kantor
e. Pabrik
f. Bengkel
g. Pertambangan dan penggalian sumber alam,
wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan
h. Perikanan, peternakan, pertanian,
perkebunan, atau kehutanan
i. Proyek konstruksi, instalasi,
atau proyek perakitan
j. Pemberian jasa
dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
k. Orang atau badan yang bertindak
selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
l. Agen atau
pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
indonesia
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang
dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat
usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku
agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang
pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan
di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan
dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen,
broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, bila agen atau perantara
tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan
perusahaannya sendiri.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar
Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan
asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau
menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di
Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang
mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
Catatan
Bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah
dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha
tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian
badan.
Langganan:
Postingan (Atom)